Kamis, 17 Maret 2011

AND THEY SAY: STOP NUCLEAR POWER


Bencana gempa dan tsunami di Jepang membuat banyak kerusakan dan menelan banyak korban jiwa. Salah satu kerusakan yang ditimbulkan adalah meledaknya beberapa reaktor nuklir (sebenernya bukan inti nuklirnya, tapi pendingin atau pengaman nuklirnya). Ancaman radiasi juga mulain jadi nightmare buat masyarakat sekitar. Dan penduduk negara lain juga ikut ketakutan.

Keadaan diperparah dengan kejadian terdahulu, yaitu di kota chernobyl, dimana sekarang kota itu jadi kota mati karena pernah terjadi ledakan reaktor nuklir dan menimbulkan radiasi di seluruh kota. Wajar sih ketakutan itu ada, apa jadinya kalo beberapa kota di Jepang jadi kota mati? Wow kayaknya yang krisis ngga cuman Jepang, tapi beberapa negara yang terkait bisnis denga Jepang, salah satunya Indonesia. Hemm ngga keitung kan, ada berapa perusahaan Jepang yang berdiri di Indonesia? Belum lagi Indonesia termasuk negara yang 'ngutang' dari Jepang.

Okeh,, ngga usah ngomongin urusan ekonomi dulu deh, soalnya itu pasti sistemik, dan ngga bakal selese diceritain berhari-hari -_^. Aku cuman mau ngomentarin soal protes-protes dari masyarakat Indonesia yang langsung menolak pembangkit listrik tenaga nuklir. Oke, sangat wajar jika kita semua ketakutan, itu sangat manusiawi koq. Tapi, apa solusi pemberhentian total (penolakan) itu memang solusi yang terbaik?

Sekarang kita liat, berapa banyak persediaan minyak kita? Berapa banyak persediaan batu bara kita? Berapa banyak persediaan energi yang kita punya? Aku setuju komentar pihak PLN yang mengatakan kalo kita sudah sangat boros dengan energi yang kita punya. Minyak? Kita memang punya banyak persediaan minya, tapi ngga tau kenapa, kebanyakan perusahaan penyedot minyak ini kebanyakan perusahaan impor, dan konsumsi yang kita pakai mungkin hanya sepersekian dari yang kita punya. Yang lainnya? Oh, lebih baik bukan aku yang jawab ya.

Gimana dengan batu bara? Well batu bara kita banyak, liat aja di kalimantan, perutnya udah diaduk-aduk sampe kempes gitu, hemm kalo konsumsi kita terhadap batu bara, aku ngga tau, seberapa besar dan apakah itu untuk konsumsi kita ato untuk konsumsi ekspor. Tapi, yang jadi masalah, batu bara yang belum diolah itu kalo dibakar langsung, polusi yang ditimbulkan sangat berbahaya. Setauku, salah satu zat yang dikeluarkan itu asbes. Wowowowoww.. tunggu dulu, ini bukan asbes yang biasa kita liat, bukan sejenis atap itu, tapi asbes yang berupa debu renik. Saking kecilnya, bisa masuk lewat pori-pori dan saat kita bernafas. Sebenernya, ada cara untuk meminimalisir polusi, yaitu dengan mengolah batu bara terlebih dahulu sebelum dibakar/digunakan. Aku pernah denger tentang batu bara cair, dimana kadar polusinya bisa ditekan. Tapi, aku rasa itu suatu proyek yang mahal, makanya ngga ada di Indonesia, hoho -_^.

Kembali lagi ke nuklir. Hemm nuklir itu memang kalo meledak bikin semuanya ancur, belum lagi radiasinya yang berdampak banyak (kanker, mandul, cacat permanen, dll). Tapi, bukankah kita ini manusia yang dikasi otak dan akal supaya berpikir terus? Kita bukan makhluk yang akan berhenti berpikir kan? Kita tentu akan terus berpikir, kalo kita mau ke kampus, eh koq kendaraaan mogok, solusinya? ya naek angkot. Eh, ternyata angkotnya pada demo, jadi libur semua? Ya pake andelan telpon temen. Eh ternyata temen kita lagi sakit? Ya akhirnya kita jalan kaki. Kita selalu berpikir untuk mencari solusi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

Giman dengan kasus pembangkit listrik tenaga nuklir? Nuklir itu sangat hemat energi, dan ramah lingkungan, asal ngga bocor. Dengan pake nuklir, kita masi bisa mandi pake minyak dan sabunan pake batu bara (*lebay). So apa yang kita lakukan untuk mewujudkan impian kita supaya tujuan kita untuk hemat energi dan mandi minyak ini tercapai? Apa kita harus berhenti dengan kasus Jepang dan chernobyl? Kalo iya, berarti kita berhenti berpikir. Akan lebih baik kalo kita berusaha mencari solusi lain atau memperbaiki dan menyempurnakan yang ada di Jepang. Walo butuh waktu yang panjang, tapi paling ngga, kita uda sampe tahap berusaha, bukan sampai tahap mengkritik dan menyerah.

Huh, memang kayaknya gampang ya, ngomong, tapi, seenggaknya, kita ngga boleh nyerah, walo cuman ngomong. Lebih baik ngomong ngga bakal nyerah tapi belum tau harus gimana, daripada ngomong sudah cukup dan ngga ngelakuin apa-apa. Oke, keep spirit guys.. -_^

Sekian.

0 komentar:

Posting Komentar