Senin, 14 Februari 2011

KAYU KU HUTAN KU INDONESIA KU




Huahh akhirnya, selese juga ni bikin artikel. Sebenernya, apa ya alesannya koq jadi lama bener gini? Hemm mungkin aku terlalu sibuk kali ya, hoho. Oke, finally, sebenernya bagi kalian yang beberapa kali ketemu aku, pasti uda denger cerita ini berkali-kali, cos aku seneng cerita tentang ini. Ya, kesukaanku sama kayu-kayuan tu bermula dari waktu proses aku pengen lulus kuliah dan dosen pembimbing ku menyarankan untuk mengangkat isu ini. Atikel ini bukan TA ku lo, sumpah, tapi aku ngangkat isu yang sama, ya ini bisa disebut dasar teorinya, hoho ^^.

Oke, kita mule dari green consumer, eit, jangan mikir sejenis buto ijo lagi belanja lo. Sebenernya apa itu green consumer itu? Apa bener konsumen yang pake baju ijo? Ato konsumen yang dicat ijo? Tentu bukan, tapi green consumer itu konsumen yang sangat peduli dengan lingkungan dan hanya membeli produk yang ramah lingkungan atau eco-friendly (http://wikianswer.com ). Nah gerakan green consumer inilah yang kemudian jadi tonggak aku bikin artikel ini. Kenapa? Oh, karena (lagi-lagi, aku adalah seorang industrial engineer, so gag jauh-jauh dari kata produksi, hoho ^^) gerakan green consumer ini yang kemudian bikin para produsen mau ngga mau beralih pada isu kepedulian lingkungan. Dosen ku pernah bilang, yang beliau juga ngutip dari perkataan salah satu professor lingkungan di UNDIP (hemm bayangin, aku uda denger dari turunan ke berapa, apalagi kalian, hoho ^^) kalo produsen, terutama produsen Indonesia, itu ngga akan berubah haluan untuk mencintai lingkungan, dan menciptakan suatu produk yang ramah lingkungan, ya kalo pun ada, pasti jumlahnya sangat sedikit. So, dikasi penyuluhan segimanapun, pasti cuman ada keinginan aja, belum tentu ada tindakan nyata. Jalan yang paling efektif ya dengan mempengaruhi konsumennya, sehingga muncullah gerakan green consumer ini. Kalo konsumennya uda ‘hijau’, otomatis produsen mau ngga mau harus mengikuti permintaan pasar. Ya iyalah ya, pinter juga tu yang bikin gerakan green consumer ini, dan katanya (ato emang bener ya?) kebanyakan para green consumer ini ada di Eropa, karena dinilai, Negara-negara di Eropa sudah sangat peduli dengan isu lingkungan dan berusaha menekan angka pencemaran lingkungan. Ini makanya, yang paling kena imbas dari gerakan green consumer ini industry-industri yang mengekspor produk ke Negara-negara Eropa, salah satunya adalah industi furniture.

Sudah dari dulu, Indonesia dikenal sama keunikan industry furniturnya, baik dalam bentuk maupun ukiran, Indonesia diakuin emang sangat kreatif, so nggak aneh kali Indonesia sempet jadi primadona furniture. Tapi beberapa tahun ke belakang ini jumlah ekspor kita aga ‘seret’. Menurut sumber, faktor penghambat Pasar ekspor untuk industri furnitur di Indonesia diantaranya adalah pasar internasional memiliki standar yang ketat dalam produk kayu, terutama bila produk tersebut datang dari Negara dengan masalah illegal logging, belum banyaknya pengusaha mebel Indonesia yang belum menyadari pentingnya, serta kelangsungan hutan tropis Indonesia yang semakin menurun. Nah lo, ternyata salah satunya karena masalah ijo-ijo itu juga ternyata. Apalagi, uda tau kan, Indonesia uda cukup ‘ahli’ dalam masalah illegal logging. Uda pasti ini nyangkut tentang kayu-kayu yang dipake. Produk ramah lingkungan juga ngga melulu produk yang aman digunakan dan produk yang ngga mengeluarkan emisi yang membahayakan lingkungan. Karena, pada dasarnya (setelah aku nanya-nanya di ASMINDO) semua produk furniture yang diekspor pasti uda memenuhi standard dan ngga membahayakan dan melalui proses inspeksi yang lumayan ketat. Iya juga si, jenis furniture yang diekspor tu beda banget ama furniture yang biasa kita beli, sumpah aluusss banget, sampe kayaknya ngga bakal deh ada rambut kayunya, uda gitu cat (vernis) nya juga oke, ngga ada cacatnya. So untuk aspek produksi dan kualitas produk, uda megang deh. Tapi, gimana dengan asal usul kayu?

Salah satu furnitur Jepara yang sanggup mengambil hati masyarakat luar negeri

Untuk yang uda pernah berkecimpung di dunia kayu, ya ato yang uda pernah ngulik-ngulik penasaran soal kayu, pasti uda pernah denger sama sertifikasi kayu. Lembaga yang mengeluarkan sertifikasi ini juga uda banyak, yang paling terkenal itu FSC (Forest Sertification Council), Indonesia juga punya lo, namanya Lembaga Sertifikasi Indonesia (LEI), cuman, aku denger kurang banyak industry yang mensertifikasi produknya di LEI ini, tapi, ya ngga papa lah ya, kan namanya juga proses, pasti nanti juga LEI bisa segede FSC, go LEI go!! Pada awalnya emang baru sedikit industry furniture yangmemiliki sertifikasi bahan baku ini, biasa, alesannya karena proses sertifikasi ini mahal dan memakan waktu. Tapi, ternyata konsumen ngga keberatan dengan masalah biaya, mereka sanggup untuk membayar lebih mahal untuk produk dengan bahan baku yang legal/bersertifikasi, ini menurut seorang peneliti dari China, Junyi Shen (2008).


Sertifikasi kayu juga ada beberapa tahap, kalo FSC (aku pake standar FSC, soalnya sertifikasi dari FSC itu yang paling banyak dipake sama konsumen luar negri), ada 4 tahap, yaitu VLO, VLC, CW, dan sertifikasi penuh (biasanya disebut sertifikasi FSC). Untuk lebih jelasnya, tentang sertifikasi ini bisa kalian ulik lebih lanjut di situs FSC (www.fsc.org).

Skema Tahapan Sertifikasi kayu/hutan

Sekarang, selain mendapatkan sertifikasi, kelegallan kayu/hutan, juga mendapatkan keuntungan lebih, yaitu mendapatkan semacam komisi dari Negara-negara maju yang ngga punya hutan. Ini uda jadi kesepakatan Negara-negara di dunia, so buat pemilik hutan perseorangan dan Negara-negara yang masih punya hutan, pastikan mendaftarkan hutannya, biar dapet tambahan penghasilan, hoho.


Sayangnya, tingginya harga kayu sertifikasi dan iming-iming komisi untuk hutan ini ternyata masih kurang menggiurkan dibanding keuntungan dari illegal logging. Bisa kita lihat daari jumlah kerusakan hutan yang terus meluas, bahkan waktu kemaren ini heboh sama crop circle di Sleman, ada yang mengangkat isu crop circle di Kalimantan. Hoho, bener juga si, itu crop circle juga, cuman yang bikinnya ‘ngga nyangka’ bakal jadi crop circle, ato istilahnya ngga sengaja lah. Bahkan, untuk masalah sertifikasi atau kelegallan kayu, ternyata uda bisa disulap lo. Selain yang kita denger tentang perusahaan yang sudah mensertifikasi hutannya, tapi ternyata juga berperan dalam perusakan lingkungan, ternyata ada juga istilah log laundry. So prinsipnya sama kayak money laundry, dikirim sana sini biar ngga keliatan dari mana asalnya. Kalo ini uda jadi sindikat internasional, dimana Indonesia jadi produsen asal kayu, kemudian ada Negara penadah, dan pemroses ‘pencucian’ kayu. Bahkan, ada Negara yang ‘berhasil’ mengklaim kalo kayu yang mereka punya adalah asli kayu mereka, padahal itu dari hutan Indonesia. Huh kesel ngga si kalo punya kita diaku-aku, apalagi ngambilnya denga cara yang ngga oke kayak gitu. Mereka bisa produksi produk-produk kayu yang ’legal’ dari kayu kita (yang mereka klaim dari hutan mereka), di sisi lain mereka bisa membuktikan dengan pertumbuhan hutan yang terus meningkat. ya iyalah hutannya meningkat, lha wong kayunya ngambil dari kita, hutan mereka, sapa yang nebang? Hemm yang penasaran, silahkan cari-cari aja di mas google aja, kalo artikelnya belum dihapus, hoho. Artikelku dulu ilang, abis PC nya dganti ke laptop, ada beberapa artikel yang lupa buat dicopy ke laptop. Udah gitu, sikap dari pejabat-pejabat yang berkitan ini lo, yang gampang ‘dinego’ ini yang bikin geregetan. Aku aja punya cita-cita mau bikin hutan, trus kayunya aku sertifikasi dan aku daftarkan ke lembaga lingkungan dunia. Kayunya dijual dengan harga tinggi, dan disamping itu, aku dapet tambahan hasil dengan komisi dari dunia. Hemm dengan gitu aja uda bisa kaya dan ngebantu masyarakat sekitar hutan yang selama ini cuman dijadiin buruh penebang kayu aja. Tapi, hoho ternyata ideku ini uda ada yang ngeduluin, aku lupa nama bapak itu, tapi beliau berhasil mengembangkan hutannya. Salut deh buat bapak, semoga ada yang mengikuti jejak bapak itu. Jangan takut dibilang plagiat ato niru-niru, aku aja ngga papa kalo nanti suatu saat bisa berbuat sesuatu yang baik, tapi disebut plagiat. Hemm biarkan saja, toh kalo njiplak yang bagus itu oke, daripada njiplak yang jelek, uda jiplak, jelek pula, kan ngga oke tuh.

Pohon/Kayu, disebut juga emas hijau karena saking berharganya

crop circle di Kalimantan

Hwaduh, ngelantur sampe ke hutan segala ya, tapi, intinya, industry furniture ini menjadi salah satu pihak yang rugi kalo keadaan hutan Indonesia, yang notabene disebabkan oleh orang Indonesia sendiri, kayak gini terus. Mungkin kita uda bosen bilang dan menyerukan kata ini, tapi kita harus terus menyerukannya: jangan dikorupsi, jangan disalah gunakan, jangan rampas hutan kami! Ini yang bikin image Indonesia itu sebagai perusak hutan terbaik di dunia. Kasian para pengusaha yang berusaha jujur.

Sekian.

Sumber:

Jurgens, Emile, (2006). Proses Pembelajaran (Learning Lessons) Promosi Sertifikasi Hutan dan Pengendalian Penebangan Liar di Indonesia, Bogor: Perpustakaan Nasional Indonesia.

NEPCoN, Verification of legal compliance. http://www.nepcon.net/288/English/Certification/Forest_managers/ControlledWood/. Diakses tanggal 12 Desember 2009 pukul 11.45 WIB

Nurcahyanie, Yunia D, (2007), Sustainable Product Issues Scan: The Case of Furnitures Industries in Indonesia. Proceeding, International Seminar on Industrial Engineering and Management.

Raharjo, Budi, (2009). Sertifikasi Hutan Menjaga Hutan Produktif, Tetap Lestari. Majalah Fokus, Vol 3, hal 15-17

Rain Forest Alliance, (2007). Generic Standard for Verification of Legal Compliance. http://www.rainforest-alliance.org/forestry.cfm?id=legal_verification. Diakses tanggal 2 November 2009 pukul 19.00 WIB.

Rain Forest Alliance, (2008). Standar Verifikasi Legalitas SmartWood di Indonesia www.rainforest-alliance.org/forestry/documents/sw_vlo_indo-bahasa_21feb08.pdf, download tanggal 2 Nopember 2009 pukul 18.40 WIB.

Shen, Junyi, (2008). Understanding the determinants of consumers’ willingness to pay for eco-labeled products: An empirical analysis of the China Environmental Label.

Walhi, (2007), www.walhi.or.id

DTE, (2007), http://dte.gn.apc.org/

Wikipedia, http://wiki.answers.com.

Dan beberapa sumber yang aku temui langsung seperti ASMINDO Jawa Tengah, beberapa industry furbitur, PERHUTANI, dan beberapa pihak yang terkait.

0 komentar:

Posting Komentar